PARIWARA

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

OK

Selasa, September 20, 2011

SERTIFIKASI DAN KOMODITAS PERTANIAN ORGANIK YANG LAYAK DIKEMBANGKAN

Beberapa tahun terakhir, pertanian organik modern masuk dalam sistem pertanian Indonesia secara sporadis dan kecil-kecilan. Pertanian organik modern berkembang memproduksi bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan sistem produksi yang ramah lingkungan. Tetapi secara umum konsep pertanian organik modern belum banyak dikenal dan masih banyak dipertanyakan. Penekanan sementara ini lebih kepada meninggalkan pemakaian pestisida sintetis. Dengan makin berkembangnya pengetahuan dan teknologi kesehatan, lingkungan hidup, mikrobiologi, kimia, molekuler biologi, biokimia dan lain-lain, pertanian organik terus berkembang. 
Dalam sistem pertanian organik modern diperlukan standar mutu dan ini diberlakukan oleh negara-negara pengimpor dengan sangat ketat. Sering satu produk pertanian organik harus dikembalikan ke negara pengekspor termasuk ke Indonesia karena masih ditemukan kandungan residu pestisida maupun bahan kimia lainnya. 

Banyaknya produk-produk yang mengklaim sebagai produk pertanian organik yang tidak disertifikasi membuat keraguan di pihak konsumen. Sertifikasi produk pertanian organik dapat dibagi menjadi dua kriteria yaitu: 
  1. Sertifikasi Lokal untuk pangsa pasar dalam negeri. Kegiatan pertanian ini masih mentoleransi penggunaan pupuk kimia sintetis dalam jumlah yang minimal atau Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA), namun sudah sangat membatasi penggunaan pestisida sintetis. Pengendalian OPT dengan menggunakan biopestisida, varietas toleran, maupun agensia hayati. Tim untuk merumuskan sertifikasi nasional sudah dibentuk oleh Departemen Pertanian dengan melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak lain yang terkait. 
  2. Sertifikasi Internasional untuk pangsa ekspor dan kalangan tertentu di dalam negeri, seperti misalnya sertifikasi yang dikeluarkan oleh SKAL ataupun IFOAM. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain masa konversi lahan, tempat penyimpanan produk organik, bibit, pupuk dan pestisida serta pengolahan hasilnya harus memenuhi persyaratan tertentu sebagai produk pertanian organik. 

Beberapa komoditas prospektif yang dapat dikembangkan dengan sistem pertanian organik di Indonesia antara lain tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, tanaman rempah dan obat, serta peternakan. Menghadapi era perdagangan bebas pada tahun 2010 mendatang diharapkan pertanian organik Indonesia sudah dapat mengekspor produknya ke pasar internasional. Komoditas yang layak dikembangkan dengan sistem pertanian organik:
  1. Tanaman Pangan Padi
  2. Hortikultura Sayuran: brokoli, kubis merah, petsai, caisin, cho putih, kubis tunas, bayam daun, labu siyam, oyong dan baligo. Buah: nangka, durian, salak, mangga, jeruk dan manggis. 
  3. Perkebunan Kelapa, pala, jambu mete, cengkeh, lada, vanili dan kopi. 
  4. Rempah dan obat Jahe, kunyit, temulawak, dan temu-temuan lainnya. 
  5. Peternakan Susu, telur dan daging 
Sumber:  http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/17/

RISIKO DI BIDANG PERTANIAN

Istilah risiko lebih banyak digunakan dalam konteks pengambilan keputusan, karena risiko diartikan sebagai peluang akan terjadinya suatu kejadian buruk akibat suatu tindakan. Makin tinggi tingkat ketidakpastian suatu kejadian, makin tinggi pula risiko yang disebabkan oleh pengambilan keputusan itu. Dengan demikian, identifikasi sumber risiko sangat penting dalam proses pengambilan keputusan. Nelson et al. (1978) menyatakan, faktor risiko di bidang pertanian berasal dari produksi, harga dan pasar, usaha dan finansial, teknologi, kerusakan, sosial dan hukum, serta manusia.



Risiko produksi terjadi karena variasi hasil akibat berbagai faktor yang sulit diduga, seperti cuaca, penyakit, hama, variasi genetik, dan waktu pelaksanaan kegiatan. Beberapa contoh adalah variasi hasil tanaman pangan, bobot sapih ternak, kualitas hasil, pertumbuhan ternak, daya tampung padang penggembalaan, tingkat kematian, dan kebutuhan tenaga kerja.

Risiko harga dan pasar biasanya dikaitkan dengan keragaman dan ketidaktentuan harga yang diterima petani dan yang harus dibayarkan untuk input produksi. Jenis keragaman harga yang dapat diduga antara lain adalah trend harga, siklus harga, dan variasi harga berdasarkan musim. Tingkat harga dapat berpengaruh pada harapan pedagang, spekulasi, program pemerintah, dan permintaan konsumen.

Risiko usaha dan finansial berkaitan dengan pembiayaan dari usaha yang dijalankan, modal yang dipengaruhinya serta kewajiban kredit. Risiko usaha menjadi makin tinggi bila modal investasi atau pinjaman modal usaha menjadi lebih banyak. Pengeluaran untuk biaya tunai yang makin tinggi akan meningkatkan risiko tidak tersedianya uang tunai untuk membayar hutang dan kewajiban financial lainnya.

Adopsi cara baru, yang dikaitkan dengan risiko teknologi, berkaitan dengan perubahan yang tejadi setelah pengambilan keputusan dan akibat cepatnya kemajuan teknologi. Adopsi teknologi baru yang terlalu cepat atau terlalu lambat merupakan risiko yang harus dihadapi. Pembelian suatu alat baru, misalnya, harus memperhitungkan kemajuan teknologi yang akan mempengaruhi tingkat efisiensinya dalam waktu yang singkat.

Risiko kerusakan merupakan sumber risiko tradisional, misalnya kehilangan harta karena kebakaran, angin, banjir atau pencurian. Kehilangan yang disebabkan oleh tingginya inflasi dirasakan makin meningkat. Risiko sosial dan hukum berkaitan dengan peraturan pemerintah dan keputusan lainnya, seperti peraturan baru mengenai penggunaan input produksi, pembatasan subsidi, dan perencanaan lokasi baru untuk daerah pertanian.

Risiko faktor manusia berkaitan dengan perilaku, kesehatan, dan sifat-sifat seseorang yang tidak terduga sehingga dapat mengakibatkan risiko dalam usaha tani. Kehilangan pekerja utama pada saat keahliannya diperlukan dapat mempengaruhi tingkat produksi yang akan dicapai. Ketidakjujuran dan tidak dapat dipercayanya seseorang dapat pula mengakibatkan pelaksanaan usaha tani menjadi kurang efisien yang akhirnya menurunkan produksi.

Oleh karena itu diperlukan beberapa pendekatan dalam pengambilan keputusan yang melibatkan risiko, yaitu: 1) melakukan analisis terhadap keputusan yang akan diambil dari berbagai pilihan yang tersedia, kemungkinan kejadiannya, serta manfaatnya bila keputusan itu harus ditentukan, 2) memperkirakan peluang yang akan terjadi dengan tingkat manfaat yang akan diperoleh, dan 3) mempertimbangkan perilaku, kemampuan, dan tujuan pengambil keputusan berkaitan dengan tingkat risiko yang harus dihadapi karena keputusan yang telah diambil.

Sumber : Tjeppy D. Soedjana, Jurnal Litbang Pertanian, 26(2), 2007