Penanganan masalah kemiskinan perlu difokuskan pada kemiskinan absolut daripada kemiskinan relatif (Khomsan 1999). Tujuan utama program pengentasan kemiskinan adalah mengembangkan kesetaraan posisi dan kemampuan masyarakat. Fokus penanganan masalah perlu didasarkan pada permasalahan pokok yang dihadapi masyarakat melalui pengembangan instrumen kebijakan yang relevan.
Dimensi kemiskinan secara intertemporal mengalami perubahan dengan mempertimbangkan aspek nonekonomi masyarakat miskin. Sedikitnya terdapat sembilan dimensi kemiskinan yang perlu dipertimbangkan, yaitu: 1) ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar (pangan, sandang, dan perumahan), 2) aksesibilitas ekonomi yang rendah terhadap kebutuhan dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi yang baik, air bersih, dan transportasi), 3) lemahnya kemampuan untuk melakukan akumulasi kapital, 4) rentan terhadap goncangan faktor eksternal yang bersifat individual maupun massal, 5) rendahnya kualitas sumber daya manusia dan penguasaan sumber daya alam, 6) ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, 7) terbatasnya akses terhadap kesempatan kerja secara berkelanjutan, 8) ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental, dan 9) ketidakmampuan dan ketidakberuntungan secara sosial.
Karakteristik penduduk miskin secara spesifik antara lain adalah (Pasaribu 2006): 1) sebagian besar tinggal di pedesaan dengan mata pencaharian dominan berusaha sendiri di sektor pertanian (60%), 2) sebagian besar (60%) berpenghasilan rendah dan mengonsumsi energi kurang dari 2.100 kkal/hari, 3) berdasarkan indikator silang proporsi pengeluaran pangan (> 60%) dan kecukupan gizi (energi < 80%), proporsi rumah tangga rawan pangan nasional mencapai sekitar 30%, dan 4) penduduk miskin dengan tingkat sumber daya manusia yang rendah umumnya tinggal di wilayah marginal, dukungan infrastruktur terbatas, dan tingkat adopsi teknologi rendah.
Dalam konteks karakteristik kemiskinan masyarakat petani di pedesaan, menarik untuk dikemukakan keterkaitan antara penguasaan lahan dan tingkat kemiskinan. Terdapat korelasi yang kuat antara skala penguasaan lahan dengan indeks kemiskinan dan indeks rumpang kemiskinan (proverty gap). Makin luas penguasaan lahan, makin rendah tingkat kemiskinan (LPEM-FEUI 2004). Bagi tunakisma (petani tanpa lahan), tingkat kemiskinan mendekati 31%, dan bagi petani dengan penguasaan lahan kurang dari 0,10 ha, tingkat kemiskinan mencapai 28,30%. Tingkat kemiskinan menurun secara konsisten menjadi 5,60% bagi rumah tangga petani yang menguasai lahan 2-5 ha.
Sumber: Tahlim Sudaryanto dan I Wayan Rusastr. Jurnal Litbang Pertanian, 25(4), 2006 117.
Menerima:
JASA OLAH DAN ANALISIS DATA PENELITIAN
Cepat, Murah, dan Terpercaya !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar