PARIWARA

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

OK

Sabtu, Oktober 14, 2006

AGRIBISNIS SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN EKONOMI NASIONAL SEKARANG DAN MENDATANG

Ø Dilihat dari keterikatannya dalam aktivitas ekonomi, sektor ekonomi berbasis pertanian sebagai kluster ekonomi atau sistem agribisnis dapat dijadikan acuan dalam menentukan langkah-langkah strategis dan kebijakan yang menunjangnya.

Ø Agribisnis adalah suatu rangkaian sistem usaha berbasis pertanian dan sumberdaya lain, yang mencakup industri hulu pertanian (up-stream agribusiness), pertanian primer (on-farm agribusiness), industri hilir pertanian (down-stream agribusiness) dan sektor penyedia jasa pada industri hulu pertanian, pertanian primer dan industri hilir pertanian.

Ø Sektor agribisnis memberikan kontribusi terbesar dalam perekonomian nasional bagi pembentukan pendapatan domestik bruto (PDB) yakni pada tahun 1998 sekitar 52,49 persen.

Ø Agribisnis khususnya agroindustri memiliki angka pengganda pendapatan yang relatif besar yakni 2,05. Kemampuan agribisnis yang demikian menunjukkan bahwa sistem agribisnis menjadi penghela perekonomian secara keseluruhan.

Ø Sistem agribisnis juga merupakan sektor ekonomi terbesar dalam menyerap tenaga kerja. Sekitar 73 persen dari total angkatan kerja yang bekerja di Indonesia, bekerja pada bidang agribisnis.

Ø Sistem agribisnis khususnya agroindustri juga memiliki angka pengganda tenaga kerja sebesar 5,6. Hal ini berarti untuk mengatasi pengangguran yang begitu besar pada saat ini, dapat dilakukan dengan memacu pertumbuhan sistem agribisnis.

Ø Sektor agribisnis memberi kontribusi relatif besar pada perolehan devisa bagi negara. Sekitar 56,51 persen dari total ekspor Indonesia berasal dari ekspor produk agribisnis, baik dalam bentuk produk agribisnis hulu, produk pertanian primer maupun produk olahan.

Ø Sektor agribisnis memiliki peranan dan penyumbang terbesar dalam ketahanan pangan (food security) dan kemandirian pangan nasional, yang erat kaitannya dengan ketahanan/kestabilan ekonomi (economic stability) dan keamanan sosial politik (national security). Ketahanan pangan merupakan syarat mutlak terlaksananya pembangunan di segala bidang.

Ø Pembangunan sistem agribisnis berarti juga dapat meningkatkan percepatan pembangunan ekonomi daerah yang juga dapat sekaligus mengentaskan kemiskinan.

Ø Tanpa membangun keseluruhan sistem agribisnis mustahil pertanian dan nasib petani dapat terangkat. Aktivitas produksi mempunyai kaitan sebab akibat dengan permintaan di sektor hilir terhadap produk yang dihasilkan dan penawaran (supply) bahan baku yang disediakan oleh pelaku ekonomi di sektor hulu. Aktivitas ekonomi hanya terjadi akibat adanya insentif berupa keuntungan yang diperoleh oleh masing-masing pelaku.

Sumber :

Memed Gunawan, 2003. Agribisnis sebagai Dasar Pengembangan Ekonomi Nasional Sekarang dan Mendatang. Materi Kuliah Perdana Program Magister Agribisnis Universitas Padjadjaran, Bandung.

Tantangan Pengembangan Agribisnis di Indonesia

  1. Upaya rekonstruksi peran agribisnis secara utuh dan terintegrasi ke dalam pembangunan ekonomi makro secara nasional. Rekonstruksi agribisnis dapat diukur dengan seberapa besar tingkat diversifikasi usaha ke arah penerimaan ekonomis yang lebih baik (upward diversifikasi), yaitu pergeseran komoditas agribisnis dari bahan pangan berbasis padi ke komoditas non-padi seperti hortikultura, buah-buahan dan tanaman keras. Dalam hal ini petani memerlukan tambahan modal kerja dan investasi untuk adopsi teknologi baru, akses informasi, intensitas tenaga kerja proses produksi, manajemen pengolahan, pemasaran, dan pascapanen lain, baik secara individual maupun secara kelompok sebagaimana diisyaratkan dalam sistem agribisnis. Sedangkan dalam perspektif makro, negara (dan daerah) wajib untuk menyediakan atau memfasilitasi “lapangan” diversifikasi usaha tersebut dengan serangkaian kebijakan yang tepat sasaran.
  2. Keputusan Indonesia untuk meratifikasi dan mengikat diri dengan ketentuan dan skema perdagangan dunia (WTO) telah membawa konsekuensi tantangan persaingan dunia yang semakin keras. Penguatan basis depan (front-line) sistem agribisnis Indonesia perlu diterjemahkan dalam langkah-langkah pemihakan yang sungguh-sungguh terhadap dunia agribisnis, terutama bagi petani sebagai pelaku terpenting. Daya saing agribisnis Indonesia ditentukan oleh keseriusan seluruh pelaku ekonomi, akademisi, dan pemerintah dalam meningkatkan efisiensi, mutu produk dan intelijen pasar yang memang amat dibutuhkan di era keterbukaan.
  3. Dalam konteks semangat desentralisasi ekonomi dan otonomi daerah yang semakin menggebu, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah harus merangsang dunia usaha swasta untuk menggarap dan memanfaatkan inisiatif investasi baru di tingkat daerah untuk mengembangkan agribisnis dan basis sumber daya alam lain. Pemerintah pusat perlu memberikan insentif yang besar lagi untuk inisiatif investasi di tingkat daerah demi masa depan pengembangan agribisnis dan pembangunan ekonomi Indonesia yang lebih cerah dan berkelanjutan.
  4. Kesempatan atau potensi untuk memperluas areal pertanian masih cukup besar khususnya di luar pulau Jawa dan Bali.
  5. Peningkatan produktivitas melalui penggunaan barang-barang modal dan sumber daya manusia yag terampil (capital-driven), dan dihela oleh inovasi teknologi yang masih sedikit kita manfaatkan.
  6. Adanya kesempatan untuk memperbesar nilai tambah (peningkatan pendapatan) dengan mengolah lebih banyak produksi pertanian menjadi produk olahan.
  7. Produk agribisnis yang kita ekspor selama ini masih tergolong kecil. Dari total produksi pertanian primer kita hanya sekitar 3 persen yang kita ekspor langsung. Demikian juga produk olahan, dari total produk agroindustri yang kita hasilkan baru sekitar 48 persen yang kita ekspor.

Sumber :

Bustanul Arifin, 2003. Tantangan Pengembangan Agribisnis Indonesia. Materi Kuliah Perdana Program Magister Agribisnis Universitas Padjadjaran, Bandung.

Jumat, Oktober 13, 2006

Strategi Dasar Pengembangan Usaha Agribisnis

a. Pengembangan sektor agribisnis harus dilakukan dengan pendekatan sistem, sehingga komponen sistem tersebut dan lembaga-lembaga penunjangnya dapat dikembangkan secara selaras dan seimbang serta efektif dan efisien.

b. Komoditas-komoditas unggulan perlu diterapkan berdasarkan karakteristik wilayah dan dipublikasikan secara berkala dan intensif kepada para pengusaha dan calon pengusaha agar diketahui potensinya oleh pasar. Para calon pengusaha juga harus secara proaktif mencari informasi yang akurat dari narasumber yang dapat dipercaya.

c. Kebijakan pengembangan usaha seyogyanya mencakup seluruh komponen dan lembaga penunjangnya dalam suatu sistem komoditas, sehingga tercipta sistem komoditas yang terpadu. Ini perlu diantisipasi agar gagasan dibentuknya Dewan Komoditas dapat direalisasikan.

d. Sistem pengembangan sebaiknya direncanakan dengan pendekatan sistem komoditas unggulan, mulai dari hulu sampai hilir dan didukung oleh infrastruktur dan kebijakan yang mampu mendorong terlaksananya integrasi sistem komoditas tersebut.

e. Peranan lembaga pembiayaan perlu ditingkatkan, baik yang formal maupun sistem alternatif untuk mendukung semua pelaku dalam suatu sistem komoditas unggulan. Perlu dicari terobosan perolehan investasi seperti halnya terobosan pendanaan dari investor yang sangat berhasil.

f. Lembaga penelitian dan pengembangan agribisnis di tingkat universitas serta lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan agribisnis setempat harus diberdayakan untuk terus menemukan inovasi-inovasi baru guna meningkatkan nilai tambah semua penciptaan kegunaan, bentuk, waktu, tempat, dan kepemilikan dalam suatu sistem komoditas. Di lain pihak para calon pengusaha harus mempunyai ikatan yang baik dengan lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan agribisnis tersebut.

g. Tenaga-tenaga akademis perlu didayagunakan sebagai pendamping dalam semua proses penciptaan nilai tambah melalui penciptaan kegunaan bentuk, waktu, tempat dan kepemilikan. Sebagai alumni perguruan tinggi, para sarjana baru dituntut untuk kreatif, inovatif, dan memiliki kepemimpinan bisnis yang baik.

h. Intensitas kemitraan antara pengusaha besar dan kecil/koperasi yang bergerak dalam suatu sistem komoditas harus ditingkatkan dengan menciptakan saling tergantungan antara satu dengan lainnya. Misalnya, industri besar tergantung dari bahan baku yang diproduksi oleh petani, sedangkan petani tergantung pada pasar industri yang bersangkutan, sehingga kekuatan tawar-menawar (bargaining power) akan seimbang.


i. Kemitraan harus berdasarkan asas keadilan yang merata, agribisnis harus dibangun di atas kemajemukan tingkat sosial dan ekonomi, ras, dan kemajemukan lainnya, sehingga diskriminasi dan nepotisme dapat dihindari. Selain itu masalah penjarahan pun dapat dihindari sehingga tercipta iklim dunia usaha yang kondusif.

j. Teknologi yang tepat guna harus diaplikasikan dalam semua proses penciptaan kegunaan. Dalam hal ini para calon pengusaha dituntut untuk selalu membuat berbagai terobosan teknologi.

k. Paradigma baru di atas sebaiknya dijadikan sebagai landasan dalam perencanaan dan pelaksanaan pengembangan agribisnis, sehingga agribisnis mampu menjadi lokomotif yang menghela pertumbuhan ekonomi Indonesia menuju masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur seperti yang kita cita-citakan bersama.



Sumber :

Gumbira-Sa’id, 2000. Peluang dan Prospek Usaha di Bidang Agribisnis. Magister Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Harun Al Rasjid, 2003. Materi Kuliah Masalah Khusus Usahatani. Bidang Kajian Umum Ilmu Ekonomi Perusahaan Pertanian Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung.

Selasa, Oktober 03, 2006

Basis Pembangunan Ekonomi Berdasarkan pada Perkembangan Agribisnis dan Agroindustri

Peletakan dasar pembangunan ekonomi yang resource based, berakar pada ekonomi rakyat dan memenuhi prasyarat-prasyarat prioritas sektoral adalah pembangunan agribisnis dan agroindustri yang tangguh, yang dalam jangka pendek diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan dalam jangka panjang untuk pelaksanaan ekspor dan perolehan devisa. Sektor tersebut disamping berbasis domesticre sources juga sangat strategis untuk dikembangkan dengan dukungan alamiah yang sangat relevan, sehingga bidang tersebut sangat strategis untuk dijadikan basis pembangunan industri dan ekonomi nasional secara konsisten dan konsekuen.

Alasan-alasan lain dari pentingnya komitmen yang kuat secara nasional terhadap pengembangan agribisnis dan agroindustri :
a. Sektor agribisnis dan agroindustri merupakan sektor yang paling banyak manampung pengusaha kecil, menengah dan koperasi, sehingga untuk memperkuat pemberdayaan kinerja UKM dan Koperasi diperlukan perhatian serius dalam pengembangan sektor tersebut.

b. Sektor tersebut merupakan basis utama matapencaharian sekitar 80% penduduk Indonesia, sehingga dalam mengatasi kemiskinan massal (diperkirakan berjumlah 100 juta orang pada akhir tahun 1998) diperlukan pengembangan dan keberpihakan yang sangat serius pada sektor tersebut.

c. Sektor tersebut merupakan upaya pembelajaran kewirausahaan sebagian besar penduduk Indonesia, sehingga diharapkan agribisnis dan agroindustri akan tumbuh secara alamiah di masa-masa yang akan datang dengan dukungan lingkungan usaha dan kebijakan yang relevan.

d. Sektor tersebut sangat peka terhadap masalah ekonomi, sosial, politik, dan hankam, sehingga disamping memiliki nilai bisnis yang tinggi juga memiliki nilai politis yang sangat besar. Kestabilan nasional hanya dapat terjamin jika Indonesia memiliki kemantapan dalam sektor agribisnis dan agroindustri, yang mampu menyediakan ketahanan pangan nasional secara berkelanjutan.

e. Sektor tersebut memiliki keunggulan komparatif karena berbasis pada sumberdaya domestik, sehingga pengembangannya akan memiliki dampak pada efisiensi dan efektivitas penggunaan sumberdaya domestik yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia.

f. Pengembangan sektor tersebut dapat diarahkan pada pemanfaatan teknologi tepat guna yang dihasilkan oleh para teknolog dan rekayasawan Indonesia, sehingga dapat mencapai keunggulan kompetitif yang tinggi, terutama dalam era perdagangan global.

g. Sektor tersebut akan mempercepat tujuan pemerataan hasil-hasil pembangunan nasional, yang selanjutnya mempercepat pemerataan kesejahteraan rakyat.

h. Sektor tersebut dapat diusahakan dengan berbagai tingkat skala usaha, walaupun sebagian besar dapat mencapai optimasi pada skala kecil atau menengah. Dengan demikian, efisiensi dan efektivitas yang menjadi parameter utama pencapaian keunggulan bersaing dapat segera terpenuhi.

i. Resiko produksi, resiko produk, dan resiko pasar sudah dapat dikendalikan, sehingga terdapat jaminan usaha yang berkelanjutan.

Adapun prasyarat normatif khususnya agar kegiatan agribisnis dapat tumbuh dan berkembang adalah:
a. Berbasis pada potensi sumberdaya lokal sehingga dapat dijadikan keunggulan komparatif. Apabila sumberdaya berasal dari luar daerah, maka Kawasan Sentra Produksi di daerah tersebut harus mempunyai nilai tambah melalui rekayasa proses dan produk.

b. Memiliki pasar lokal atau domestik yang besar dan mempunyai peluang yang baik untuk diekspor. Dalam rangka meraih devisa, fokus pada Kawasan Sentra Produksi harus diarahkan ke pasar ekspor.

c. Menghasilkan keragaman usaha yang besar serta menunjang berbagai kegiatan ekonomi lainnya, sehingga mampu mendorong perekonomian wilayah.

d. Memiliki dukungan sumberdaya manusia yang baik serta ditunjang oleh hasil penelitian serta pengembangan yang tepat sasaran, selain dukungan finansial yang cukup.

e. Memilki kelayakan ekonomi dan finansial agar terciptanya kelestarian usaha sehingga dapat tetap bertahan, bahkan untuk terus berkembang secara berkelanjutan.

Kebijakan yang dapat ditempuh oleh pihak-pihak terkait dalam pengembangan agribisnis, yaitu:
a. Mengembangkan agribisnis yang berorientasi global dengan memanfaatkan sumberdaya lokal.

b. Memantapkan sentra-sentra produksi yang sudah ada dan penumbuhan sentra-sentra produksi baru yang lebih efisien.

c. Mewujudkan pertanian yang modern.

Tantangan yang akan dihadapi dalam pengembangan kewirausahaan agribisnis pada masa saat ini adalah :
a. Adanya surplus produksi untuk beberapa komoditi.
b. Kepemilikan luas lahan pertanian oleh petani semakin kecil sebagai akibat peningkatan jumlah penduduk di pedesaan.
c. Perkembangan globalisasi perekonomian yang terus bergulir.
d. Adanya keterbatasan dalam ketersedian sumberdaya manusia.
e. Adanya keterbatasan teknologi yang secara khusus dikembangkan untuk kegiatan agribisnis.
f. Infrastruktur dan kelembagaan yang sekarang belum memberikan tunjangan yang optimal bagi pengembangan agribisnis.
g. Adanya kendala dari sosial, budaya, dan politik dalam rangka pengembangan kewirausahaan agribisnis.

Sasaran program pengembangan kewirausahaan agribisnis adalah :
a. Meningkatkan produktivitas, kualitas, dan produksi komoditas pertanian.
b. Meningkatkan volume ekspor hasil pertanian.
c. Meningkatnya kesempatan kerja produktif di pedesaan.
d. Berkembangnya berbagai kegiatan usaha berbasis pertanian dengan wawasan agribisnis.
e. Meningkatnya partisipasi masyarakat dan investasi swasta dalam pengembangan agribisnis.
f. Terpiliharanya produktivitas sumberdaya alam, berkembangnya usaha pertanian konversi, dan terjaganya kualitas lingkungan hidup.


Sumber :

Gumbira-Sa'id dan A. Harizt Intan, 1998. Reorientasi Pembangunan Ekonomi Reorientasi Pembangunan Ekonomi Indonesia dalam Era Reformasi : Indonesia dalam Era Reformasi : Peranan Sektor Agribisnis dan Peranan Sektor Agribisnis dan Agroindustri. Majalah Usahawan No. 10 Tahun XXVII Oktober 1998.

Gumbira-Sa’id, 2000. Peluang dan Prospek Usaha di Bidang Agribisnis. Magister Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Harun Al Rasjid, 2003. Materi Kuliah Masalah Khusus Usahatani. Bidang Kajian Umum Ilmu Ekonomi Perusahaan Pertanian Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung.

Minggu, Oktober 01, 2006

Prasyarat Prioritas Sektoral sebagai Sasaran Strategis Reorientasi Pembangunan Ekonomi Nasional

Orientasi pembangunan ekonomi mulai sekarang harus diarahkan pada peletakan dasar fundamental ekonomi yang kuat yang berbasis pada domestic resources dan berakar pada ekonomi kerakyatan. Peletakkan fondasi dan akar yang kuat tersebut akan sendirinya dapat bertumbuh secara alamiah dengan berbagai kebijakan dalam bidang pengembangan ekonomi yang menunjang.

Dengan demikian, sejak sekarang ini diperlukan reorientasi pembangunan ekonomi dengan prioritas sektoral yang memenuhi prasyarat sebagai berikut :
a. Berbasis pada keunggulan sumberdaya domestik;
b. Berakar pada ekonomi rakyat yang kuat;
c. Tersebar merata ke seluruh pelosok tanah air;
d. Dapat diperbaharui, dikembangkan, dan ditingkatkan produktivitasnya;
e. Marketable, baik di pasar domestik maupun di pasar internasional;
f. Responsif terhadap aplikasi teknologi, khususnya yang tepat guna;
g. Hasil pengembangannya dapat segera dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia;
h. Memiliki nilai bisnis dan politis yang tinggi;
i. Optimasi operasi dapat dicapai dengan skala usaha menengah ke bawah;
j. Mempunyai potensi kelembagaan pendukung yang kuat;
k. Bersifat padat karya daripada padat modal;
l. Memiliki keterkaitan dan integritas yang tinggi, mulai dari hulu sampai ke hilir;
m. Mampu mendukung pengembangan industri dan jasa nasional menuju pada tahap kesalingtergantungan antara produsen primer, sekunder (industri), dan tersier (jasa);
n. Tidak mudah digoyang oleh fluktuasi nilai tukar, gangguan stabilitas, serta adanya gangguan kecil terhadap parameter ekonomi makro;
o. Resiko produksi, resiko produk, dan resiko pasar dapat dikendalikan;
p. Memiliki potensi untuk mendatangkan devisa yang tinggi, dan potensial untuk menjamin pendapatan negara dari sektor pajak.

Prasyarat-prasyarat tersebut dapat dijadikan pedoman untuk menetapkan prioritas sektoral yang akan dijadikan sasaran strategis reorientasi pembangunan ekonomi. Kesimpulan dari analisis prioritas sektoral yang didasarkan pada prasyarat-prasyarat tersebut menurut penulis adalah sektor agribisnis dan agroindustri yang merupakan sasaran strategis reorientasi pembangunan nasional, dan sektor pariwisata yang merupakan prioritas pendamping.

Bukti bahwa sektor pertanian pada umumnya dan khususnya sektor agribisnis dan agroindustri memiliki peranan dalam rangka pemulihan ekonomi nasional, diantaranya sebagai berikut :
a. Sektor pertanian mampu bertahan terhadap krisis ekonomi dan masih tumbuh secara positif walaupun nilainya hanya 0,26% serta memberikan kontribusi yang cukup dapat diandalkan bagi penerimaan devisa non-migas, khususnya bagi penerimaan ekspor.

b. Sektor pertanian adalah satu-satunya harapan pengadaan pangan nasional yang non-impor.

c. Sektor pertanian merupakan penyerap angkatan kerja nasional terbesar.

d. Pengembangan agribisnis/agroindustri pada sektor pertanian dalam semangat pelaksanaan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

e. Pengembangan agribisnis/agroindustri akan mampu mendukung pertumbuhan usaha kecil, menengah, dan koperasi di perdesaan serta usaha informal di perkotaan.



Sumber :

Gumbira-Sa'id dan A. Harizt Intan, 1998. Reorientasi Pembangunan Ekonomi Reorientasi Pembangunan Ekonomi Indonesia dalam Era Reformasi : Indonesia dalam Era Reformasi : Peranan Sektor Agribisnis dan Peranan Sektor Agribisnis dan Agroindustri. Majalah Usahawan No. 10 Tahun XXVII Oktober 1998.

Gumbira-Sa’id, 2000. Peluang dan Prospek Usaha di Bidang Agribisnis. Magister Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Senin, September 25, 2006

Potret Pembangunan Ekonomi Nasional pada Jaman Orde Baru

Pembangunan ekonomi selama rejim orde baru secara fisik cukup berhasil, namun secara fundamental sangat rapuh. Orientasi pembangunan selama rejim orde baru secara konseptual juga meyakinkan. Namun, secara praktis dan operasional sangat buruk dan tidak efisien. Tidak dapat disembunyikan lagi bahwa Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) telah terjadi di mana-mana, mulai dari aparat desa sampai aparat pemerintah pusat, baik eksekutif dan legeslatif maupun lembaga-lembaga negara yang lain. Konglomerasi yang merugikan, serta praktek-praktek monopoli dan kartel yang menyengsarakan masyarakat banyak telah terjadi di berbagai industri dan pasar komoditas.
Banyak pengamat yang telah mengemukakan, baik secara eksplisit maupun secara implisit, bahwa fundamental ekonomi Indonesia tidak kuat. Walaupun para pengamat tersebut menggunakan sudut pandang yang berbeda, dan sisi pandang penekanan yang berbeda, namun keseluruhannya melahirkan kesimpulan yang sama seperti di atas. Berikut ini adalah alasan-alasan yang mendukung kesimpulan tersebut, yakni :
  1. Fundamental ekonomi yang kuat harus didukung oleh usaha kecil dan menengah (termasuk koperasi) yang kuat, sehingga dapat memperkokoh berdirinya usaha besar sebagai basis pertumbuhan ekonomi.
  2. Pertumbuhan sektor jasa yang sangat tinggi merupakan loncatan ekonomi yang tidak memiliki basis industri yang kuat, sementara industri yang tumbuh tidak berorientasi dan berbasis pada domestic resources.
  3. Praktek pengembangan ekonomi sangat berpihak kepada skala usaha besar, sektor jasa dan industri, dan grup-grup usaha yang menguasai hampir semua sektor ekonomi, sementara usaha berskala kecil dan menengah seakan menjadi anak tiri terutama dalam fasilitas pembiayaan. Sektor pertanian dalam konteks agribisnis dan agroindustri hampir terabaikan. Usaha ekonomi rakyat, seperti koperasi dan usaha rumah tangga yang hanya menguasai sebagian kecil dari lini produk sulit untuk memperoleh fasilitas pembiayaan.
  4. Meletakkan fundamental pembangunan ekonomi yang kuat harus dimulai dari ekonomi yang berbasis domestic resources.
  5. Fundamental pembangunan industri yang kuat harus berorientasi pada domestic resource based industries.
  6. Pembangunan ekonomi di sektor jasa harus seimbang dengan pembangunan industri yang kuat, karena sektor jasa tidak akan memiliki landasan fundamental yang kuat jika sektor industrinya tidak kuat.

Sumber :

E. Gumbira-Sa'id dan A. Harizt Intan, 1998. Reorientasi Pembangunan Ekonomi Reorientasi Pembangunan Ekonomi Indonesia dalam Era Reformasi : Indonesia dalam Era Reformasi : Peranan Sektor Agribisnis dan Peranan Sektor Agribisnis dan Agroindustri. Majalah Usahawan No. 10 Th XXVII Oktober 1998.