Sebagai suatu paradigma berfikir baru, agribisnis pada dasarnya menekankan pada cara pandang yang melepaskan diri dari sebuah “tradisi” konvensional yang selama ini dianut, ketika membicarakan pertanian. Pertanian tidak hanya dipandang sebagai suatu sistem kegiatan on-farm semata-mata, akan tetapi mencakup berbagai subsistem dalam keseluruhan sistem, yang disebut agribisnis5. Bagi Indonesia khususnya, agribisnis bukanlah sekedar bertujuan untuk membuat kegiatan pertanian menjadi berdaya saing saja (sehingga mampu berkompetisi dalam arena global), akan tetapi lebih penting dari itu harus mampu membuat petani lebih produktif dan sejahtera. Namun demikian, pada tataran konsepsional saja, saat ini kita masih banyak menghadapi atau menjumpai kesalah-pengertian tentang apa yang dimaksud dengan agribisnis tersebut. Beberapa kesalah-pengertian tersebut antara lain:
- Agribisnis diartikan sebagai suatu kegiatan pertanian komersial, atau petani yang berbisnis atau sekedar berorientasi pasar. Pengertian tersebut menghilangkan makna “sistem” dan keterkaitan antar subsistem, yang menjadi “sukma” bagi wawasan agribisnis itu sendiri;
- Agribisnis hanya diartikan sebagai perusahaan-perusahaan besar di bidang pertanian, sehingga memperkecil pengertian dan lingkup kesistemannya;
- Agribisnis hanya dipandang sebagai suatu “program” bagi kementerian pertanian, sehingga menghilangkan esensinya sebagai a new paradigm.
- Agribisnis diartikan sebagai sektor yang berkonotasi sempit, dan lainnya.