Belajar dari keberhasilan pengelolaan LKM untuk diterapkan dalam membangun LKM pertanian pada dasarnya dapat saja dilakukan dengan mengakomodasi beberapa pola yang sudah berkembang dengan melakukan penyesuaian. Pendekatan pola Grameen Bank, maupun pola Unit Permodalan Pengelola Permodalan Kelompok Petani (UPPKP) serta pola lainnya dapat dijadikan acuan salah satu alternatif skim perkreditan untuk diaplikasikan untuk mendukung usahatani, namun dengan beberapa penyesuaian terkait dengan karakteristik usahatani sebagai berikut:
(1). Pendekatan kelompok.
Makna pendekatan kelompok adalah sebagai penjaminan, kompensasi dari tidak adanya agunan (collateral). Kelompok diselaraskan dengan kelompok tani yang sudah eksis beranggotakan antara 20 – 30 orang.
(2). Perluasan sasaran pengguna kredit
Sasaran pengguna kredit tidak difokuskan untuk kaum ibu saja, melainkan perlu juga melibatkan kaum Bapak. Karena yang menjadi anggota kelompok tani adalah kaum bapak dan yang mengetahui kebutuhan dana untuk adopsi teknologi usahatani.
(3). Seleksi calon pengguna kredit
Indikator seleksi disesuaikan dengan keragaan usahatani, salah satunya yang penting dipertimbangkan adalah adanya diversifikasi usaha (on farm dengan off farm dan non farm).
(4). Volume Pagu Kredit
Volume pagu kredit minimal mampu memenuhi standar kebutuhan tambahan biaya usahatani dan realisasi pencairannya disesuaikan dengan perilaku pola tanam. Studi kelayakan usahatani menjadi acuan. Tiap orang kebutuhannya akan berbeda.
(5). Bunga Pinjaman
Bunga pinjaman terkait dengan keberlanjutan perkreditan. Oleh karena itu patokannya adalah bunga komersial sesuai pasar.
(6). Waktu pengembalian cicilan
Pembayaran cicilan bisa dikelompokkan dalam bentuk mingguan dan atau setelah panen. Komposisi jumlah cicilan mingguan dan setelah panen (disesuaikan dengan perkiraan sumber pendapatan nasabah). Disarankan komposisi jumlah cicilan mingguan lebih besar dari pada cicilan setelah panen, misal 70% berbanding 30%.
(7). Pendampingan dan Monitoring
Pendampingan dan monitoring secara berkelanjutan, sehingga jika terjadi masalah selama proses pemanfatan kredit bisa segera dicarikan solusinya.
(8). Pelatihan
Pelatihan diperlukan terutama bagi pengurus LKM untuk secara terus menerus meningkatkan kapabilitas manajemen LKM.
(1). Pendekatan kelompok.
Makna pendekatan kelompok adalah sebagai penjaminan, kompensasi dari tidak adanya agunan (collateral). Kelompok diselaraskan dengan kelompok tani yang sudah eksis beranggotakan antara 20 – 30 orang.
(2). Perluasan sasaran pengguna kredit
Sasaran pengguna kredit tidak difokuskan untuk kaum ibu saja, melainkan perlu juga melibatkan kaum Bapak. Karena yang menjadi anggota kelompok tani adalah kaum bapak dan yang mengetahui kebutuhan dana untuk adopsi teknologi usahatani.
(3). Seleksi calon pengguna kredit
Indikator seleksi disesuaikan dengan keragaan usahatani, salah satunya yang penting dipertimbangkan adalah adanya diversifikasi usaha (on farm dengan off farm dan non farm).
(4). Volume Pagu Kredit
Volume pagu kredit minimal mampu memenuhi standar kebutuhan tambahan biaya usahatani dan realisasi pencairannya disesuaikan dengan perilaku pola tanam. Studi kelayakan usahatani menjadi acuan. Tiap orang kebutuhannya akan berbeda.
(5). Bunga Pinjaman
Bunga pinjaman terkait dengan keberlanjutan perkreditan. Oleh karena itu patokannya adalah bunga komersial sesuai pasar.
(6). Waktu pengembalian cicilan
Pembayaran cicilan bisa dikelompokkan dalam bentuk mingguan dan atau setelah panen. Komposisi jumlah cicilan mingguan dan setelah panen (disesuaikan dengan perkiraan sumber pendapatan nasabah). Disarankan komposisi jumlah cicilan mingguan lebih besar dari pada cicilan setelah panen, misal 70% berbanding 30%.
(7). Pendampingan dan Monitoring
Pendampingan dan monitoring secara berkelanjutan, sehingga jika terjadi masalah selama proses pemanfatan kredit bisa segera dicarikan solusinya.
(8). Pelatihan
Pelatihan diperlukan terutama bagi pengurus LKM untuk secara terus menerus meningkatkan kapabilitas manajemen LKM.