Penyuluhan sistem agribisnis juga memerlukan perubahan perilaku penyuluh, yakni harus mampu: (a) meningkatkan profesionalisme penyuluh dengan melakukan perbaikan mutu layanan secara terus menerus yang mengacu kepada kebutuhan dan kepuasan pelanggannya; (b) menguasai materi penyuluhan yang menyangkut teknis produksi, manajemen agribisnis, manajemen hubungan sistem agribisnis, informasi permintaan pasar atau kebutuhan konsumen, jiwa kewirausahaan, serta etika bisnis dan keunggulan bersaing; (c) tidak menjadikan petani dan perusahaan agribisnis lainnya sebagai obyek tetapi sebagai subyek yang dapat menentukan masa depannya sendiri; dan (d) melakukan fungsi melayani (konsultatif) dengan sistem “menu”.
Untuk mendukung strategi pendekatan “penyuluhan sistem agribisnis” maka, penyuluh seharusnya tetap berpegang pada falsafah dasar penyuluhan pertanian (Slamet, 1969 dan
Samsudin, 1987), yaitu: (1) penyuluhan merupakan proses pendidikan, (2) penyuluhan merupakan proses demokrasi, dan (3) penyuluhan merupakan proses kontinyu. Penyuluh juga sebaiknya tetap berpegang pada prinsip-prinsip penyuluhan (Dahama dan Bhatnagar, 1980), antara lain: (1) penyuluhan akan efektif bila mengacu kepada minat dan kebutuhan sasaran, (2) penyuluhan harus mampu menggerakkan partisipasi masyarakat untuk bekerjasama dalam merencanakan dan melaksanakan program penyuluhan, (3) penyuluh mendorong terjadinya belajar sambil bekerja, (4) penyuluh harus orang yang sudah terlatih dan benar-benar menguasai materi yang akan disuluhkan, (5) metode penyuluhan disesuaikan dengan kondisi spesifik sasaran (lingkungan fisik, kemampuan ekonomi, dan sosial budaya), dan (6) penyuluhan harus mampu mengembangkan kepemimpinan partisipatif.
Peran penyuluh adalah mengembangkan kekondusifan lingkungan belajar bagi sasaran penyuluhan untuk belajar secara mandiri, dan memberikan konsultasi bagi petani peternak atau pengusaha agribisnis lain yang memerlukan. Penyuluh berkewajiban menyadarkan sasaran penyuluhan tentang adanya kebutuhan yang nyata (real need atau unfelt need) menjadi kebutuhan yang dirasakan (felt need). Penyuluh harus mampu mengajak sasaran penyuluhan berpikir, berdiskusi, menyelesaikan masalahnya, merencanakan dan bertindak bersama-sama sehingga terjadi pemecahan masalah dari mereka, oleh mereka, dan untuk mereka.
Penyuluh akan semakin mampu menerapkan “pendekatan penyuluhan sistem agribisnis” yang makin efektif apabila mampu menghayati secara sungguh-sungguh materi penyuluhan sistem agribisnis, dan makin berkemampuan tinggi dalam menerapkan keanekaragaman metode penyuluhan dan media komunikasi kepada sasarannya secara tepat dan bijak.
Untuk keberhasilan penyuluhan sistem agribisnis di masa depan, maka penyuluhan sistem agribisnis agar dilakukan oleh “penyuluh profesional,” yang dapat berasal dari penyuluh dinas ataupun penyuluh swasta, yang mempunyai kompetensi dan komitmen diri yang tinggi untuk menjaga profesionalisme penyuluh. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1999), profesional diartikan sebagai memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya serta mengharuskan adanya pembayaran atas jasa profesi. Profesionalisme penyuluh disamping mencerminkan keahliannya, juga harus mampu menunjukkan mutu layanannya, kemandirin dan kewirausahaan.
Untuk mendukung strategi pendekatan “penyuluhan sistem agribisnis” maka, penyuluh seharusnya tetap berpegang pada falsafah dasar penyuluhan pertanian (Slamet, 1969 dan
Samsudin, 1987), yaitu: (1) penyuluhan merupakan proses pendidikan, (2) penyuluhan merupakan proses demokrasi, dan (3) penyuluhan merupakan proses kontinyu. Penyuluh juga sebaiknya tetap berpegang pada prinsip-prinsip penyuluhan (Dahama dan Bhatnagar, 1980), antara lain: (1) penyuluhan akan efektif bila mengacu kepada minat dan kebutuhan sasaran, (2) penyuluhan harus mampu menggerakkan partisipasi masyarakat untuk bekerjasama dalam merencanakan dan melaksanakan program penyuluhan, (3) penyuluh mendorong terjadinya belajar sambil bekerja, (4) penyuluh harus orang yang sudah terlatih dan benar-benar menguasai materi yang akan disuluhkan, (5) metode penyuluhan disesuaikan dengan kondisi spesifik sasaran (lingkungan fisik, kemampuan ekonomi, dan sosial budaya), dan (6) penyuluhan harus mampu mengembangkan kepemimpinan partisipatif.
Peran penyuluh adalah mengembangkan kekondusifan lingkungan belajar bagi sasaran penyuluhan untuk belajar secara mandiri, dan memberikan konsultasi bagi petani peternak atau pengusaha agribisnis lain yang memerlukan. Penyuluh berkewajiban menyadarkan sasaran penyuluhan tentang adanya kebutuhan yang nyata (real need atau unfelt need) menjadi kebutuhan yang dirasakan (felt need). Penyuluh harus mampu mengajak sasaran penyuluhan berpikir, berdiskusi, menyelesaikan masalahnya, merencanakan dan bertindak bersama-sama sehingga terjadi pemecahan masalah dari mereka, oleh mereka, dan untuk mereka.
Penyuluh akan semakin mampu menerapkan “pendekatan penyuluhan sistem agribisnis” yang makin efektif apabila mampu menghayati secara sungguh-sungguh materi penyuluhan sistem agribisnis, dan makin berkemampuan tinggi dalam menerapkan keanekaragaman metode penyuluhan dan media komunikasi kepada sasarannya secara tepat dan bijak.
Untuk keberhasilan penyuluhan sistem agribisnis di masa depan, maka penyuluhan sistem agribisnis agar dilakukan oleh “penyuluh profesional,” yang dapat berasal dari penyuluh dinas ataupun penyuluh swasta, yang mempunyai kompetensi dan komitmen diri yang tinggi untuk menjaga profesionalisme penyuluh. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1999), profesional diartikan sebagai memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya serta mengharuskan adanya pembayaran atas jasa profesi. Profesionalisme penyuluh disamping mencerminkan keahliannya, juga harus mampu menunjukkan mutu layanannya, kemandirin dan kewirausahaan.